Masa-masa ketika Juventus, AC Milan, dan Inter berdiri sejajar seperti terulang.
Oleh : Frederikus Bata/Jurnalis Republika
Beberapa hari lalu, AC Milan menyabet status Campione d’Inverno. Dalam bahasa Indonesia artinya Milan menjadi juara paruh musim edisi terbaru.
Bukan mahkota yang harus selalu dibanggakan. Itu cuma penanda perjalanan sebuah tim setelah melewati 19 giornata Seri A Liga Italia. Namun bagi skuat merah-hitam, fakta demikian menjadi langkah besar.
Ada harapan yang tersembul dari kamar ganti awak Il Diavolo. Sebuah tim besar yang sebenarnya masih jauh dari habitat alaminya. Pasukan merah-hitam dengan gelimang prestasi di masa lalu, seperti terbangun dari tidur panjang.
Bagaimanapun, Milan saat ini bukan ditargetkan untuk menjadi jawara. Para petinggi Rossoneri sering mengatakan target realistis timnya, yang penting lebih baik dibandingkan dengan musim lalu. Jika pada musim lalu, Zlatan Ibrahimovic dkk meraih tiket Liga Europa, kini harapan Milan menuju Liga Champions.
Berjalannya waktu, jugador San Siro seperti melampaui batas. Kendati sempat dihantam badai cedera, anak asuh Stefano Pioli tetap kokoh di singgasana. Sejauh musim 2020/2021 berjalan, klub elite kota mode ini baru merasakan dua kekalahan.
Namun lagi-lagi perlu diingat, masih ada belasan pertandingan di depan mata. Para pesaing lain juga berbenah. Inter Milan di kursi runner-up kian trengginas.
Inter menempel ketat rival sekotanya itu. Setelah menyelesaikan 20 laga, Nerazzurri masih tertinggal dua poin dari Rossoneri. Kini kompetisi memasuki periode paling padat.
Bukan rahasia lagi, ketika Februari datang, tim-tim besar harus mulai meningkatkan kewaspadaan. Selain pertarungan di ranah domestik, duel di Eropa juga kembali berlanjut. Nyaris setiap tiga hari ada pertandingan.
Itu berlaku setiap musim. Apalagi ketika dalam setahun terakhir, dunia dilanda pandemi Covid-19. Sejumlah tim elite kerap mengeluhkan penjadwalan.
Pada titik ini, Inter memiliki sesuatu yang bisa disebut peluang emas. Kans untuk mengejar Milan dan menjauh dari antrean di belakangnya, terbuka lebar. Mengapa demikian?
Bukan rahasia lagi, ketika Februari datang, tim-tim besar harus mulai meningkatkan kewaspadaan. Selain pertarungan di ranah domestik, duel di Eropa juga kembali berlanjut. Nyaris setiap tiga hari ada pertandingan.
Itu berlaku setiap musim. Apalagi ketika dalam setahun terakhir, dunia dilanda pandemi Covid-19. Sejumlah tim elite kerap mengeluhkan penjadwalan.
Pada titik ini, Inter memiliki sesuatu yang bisa disebut peluang emas. Kans untuk mengejar Milan dan menjauh dari antrean di belakangnya, terbuka lebar. Mengapa demikian?
Pasukan Antonio Conte tidak lagi berkompetisi di Benua Biru. Romelu Lukaku dkk sudah tersingkir dari Liga Champions dan gagal menembus Liga Europa.
Apalagi yang harus dikejar? Meski jarang diutarakan secara gamblang, Conte bakal mati-matian merebut gelar Seri A yang dalam sembilan tahun terakhir selalu diraih Juventus. Ia berpengalaman dalam urusan liga domestik.
Namun sebagai juara bertahan Juve juga tak bisa dilewatkan begitu saja. Awak Bianconeri sedang berproses mencari bentuk terbaik. Maklum ada pemain dan pelatih baru yang datang.
Namun jika menilik perjalanan si Nyonya Tua pada musim-musim sebelumnya, bukan hal baru jika tim ini ketinggalan kereta. Selalu saja, skuat hitam-putih bisa melewati badai hingga berakhir di puncak tabel klasifika. Ini konteksnya dalam satu dekade terakhir.
Persis seperti yang terjadi kali ini. Perlahan tapi pasti, performa Giorgio Chiellini dkk membaik. Ada konsistensi.
Satu per satu pemain kunci Juve sembuh. Duo Milan patut waspada. Klub raksasa Turin ini memiliki statistik terbaik dibandingkan kontestan Serie A lainnya sejak tahun baru. Dalam enam pertandingan terakhir Seri A, si Nyonya Tua mengoleksi lima kemenangan dan sekali tumbang.
Skuat polesan Andrea Pirlo menempel ketat para pesaing di atasnya. Rival sekota Torino ini masih tertinggal tujuh angka di belakang Milan di singgasana. Tapi, Juve menyimpan satu laga yang belum dimainkan.
Bagi penggemar Seri A sejak era 1990-an, tentu akan kembali merasakan atmosfer seperti dua hingga tiga dekade silam. Masa-masa ketika Juve, Milan, dan Inter berdiri sejajar, bersaing hingga titik penghabisan. Jangan lupakan, AS Roma, Atalanta, Lazio, dan Napoli yang masih menjadi pengganggu dan terbiasa bertarung di level teratas.
Sumber: Republika